Bapak

Kembali kerja setelah weekend kadang terasa berat, apalagi kalau weekend nya adalah long weekend. Kebetulan di tempat kerja saya, apabila ada hari libur nasional yang jatuh pada hari Sabtu/Minggu maka akan diberi substitution holiday pada hari Jumat/Senin nya. Kebetulan Natal jatuh pada hari Sabtu, jadi ada tambahan substitution holiday pada hari Senin dan baru masuk kantor pada hari Selasa.

Tak terasa long weekend di Bandung sudah selesai. Tiba-tiba sudah waktunya berangkat ke Jakarta pada hari Selasa dini hari. Mata rasanya berat banget untuk dibuka. Sampai-sampai saya dibangunin oleh Bapak. Katanya, “Hey, bangun, mau kerja enggak?” Mmmhh, tumben Bapak ngebangunin saya, biasanya kan yang rajin bangunin saya kalau mau ke Jakarta itu adalah Ibu. Saya jawab, “Iya Pak, sebentar lagi.” Bapak pun kemudian turun lagi ke bawah.

Setelah mengumpulkan nyawa, saya akhirnya bangun juga. Setelah selesai mandi, bersiap, dan sholat, rasa ‘berat’ mau berangkat kerja kerja muncul lagi. Saya duduk aja bengong di ruang tengah. Duduk bareng Bapak di ruang tengah. Tumben, habis sholat subuh Bapak gak tidur lagi. Ngeliat saya yang ogah-ogahan berangkat, Bapak menawarkan diri untuk mengantar saya ke terminal, “Mau dianter ke Leuwipanjang?” Saya jawab, “Gak usah, Pak. Naek angkot aja seperti biasa. Deket ini kok. Lagian gak buru-buru.” Setelah akhirnya saya akan berangkat, saya pamit ke Bapak. Cium tangan Bapak, sambil berkata, “Berangkat, Pak.” Singkat. Bapak menjawab, “Hati-hati di jalan.” Bapak terus nganter ke depan pintu. Saya mengucap salam trus jalan kaki ke depan komplek. Naek angkot ke Leuwipanjang. Naek bus patas jurusan Kampung Rambutan. Naek patas AC jurusan Kota, turun di Semanggi, dan sampailah di kantor.

Singkat kata, malamnya ketika santai sambil nonton tv di kost-an, tiba-tiba hp berbunyi. Adikku telpon. Gak saya angkat. Sengaja, biar saya saja yang telpon balik. Ketika ditelp balik, terdengar suara adik saya yang sedikit bergetar, katanya, “A, bisa segera pulang ke Bandung?” DEG! Saya langsung teringat Bapak, soalnya seminggu setelah lebaran Bapak sempat dirawat selama seminggu di RS Soreang gara-gara penyakit jantungnya kambuh. Saya langsung bilang ke adikku, “Ada apa?” Adikku menjawab, “Bapak sakitnya kambuh.” Ah, pasti ada sesuatu yang salah, soalnya waktu kemarin Bapak masuk RS, saya malah gak diberi kabar, kata Bapak waktu itu kasihan ntar ngerepotin karena saya harus balik ke Bandung. Saya bilang lagi ke adik saya, “Ludi, sudah bilang saja, aya naon?” Akhirnya adik saya bilang, “Bapak udah ga ada, A … Jantungnya kambuh lagi.” :( :(( Inna lillahi wa inna ilaihi rojiun. Mencoba sedikit tegar, saya bilang ke adik saya, “Ya sudah, saya sekarang juga pulang ke Bandung.” Adik saya juga minta saya untuk coba hub kakak, karena dia belum berhasil telp kakak saya.

Saya coba telp kakak saya, benar, gak diangkat telpnya. Mungkin dia sudah tidur dan telp nya di-silent. Akhirnya saya beres-beres sebentar langsung pergi ke kost-an kakak saya. Sesampai di sana ternyata benar kakak saya sudah tidur. Saya bangunin. Trus saya sampaikan kabar duka ini. Kami berdua terus segera menuju Bandung.

Sesampainya di Bandung sekitar jam 4 pagi, pintu rumah terbuka semua. Di ruang tengah, terlihat jasad Bapak yang ditutupi oleh kain. Terus terang saya gak bisa nangis saat itu, hanya sesak yang terasa karena saya mencoba tegar. Ibu langsung memeluk kami berdua sambil menangis. Saya kemudian ambil wudhu dan sholat jenazah.

Sekitar pukul 10 pagi, jenazah Bapak disemayamkan di masjid Al-Husna untuk disholatkan. Alhamdulillah, banyak tetangga yang ikut menyolatkan. Diantara yang datang, saya lihat guru agama saya waktu SD, dan ada juga my high school best friends: Bambam dan Yulian (baca tulisan Jay disini: thanks Jay, atas tulisan dan fotonya). Kemudian dengan diantar pasukan dari Lanud Husein, jasad Bapak dibawa ke TMP Sirna Raga. Setelah didahului dengan upacara militer, jenazah Bapak akhirnya dikebumikan. Sebenarnya Bapak berhak untuk dimakamkan di TMP Cikutra, tapi waktu itu Ibu memilih untuk dimakamkan di Sirnaraga saja, supaya dekat dengan makam 2 adik saya yang sudah almarhumah.

—————–

Yah, itulah cerita sekilas tentang kejadian tanggal 28 Desember 2004. Tiga tahun lalu ketika Bapak meninggalkan kami untuk selamanya. Jadi pengen denger lagunya Peterpan …

Dimana akan kucari?
Aku menangis seorang diri
Hatiku selalu ingin bertemu
Untukmu aku bernyanyi

Untuk Ayah tercinta aku ingin bernyanyi
Walau air mata di pipiku
Ayah dengarkanlah, aku ingin berjumpa
Walau hanya dalam mimpi

Lihatlah hari berganti
Namun tiada seindah dulu
Datanglah aku ingin bertemu
Denganmu aku bernyanyi

Untuk Ayah tercinta aku ingin bernyanyi
Walau air mata di pipiku
Ayah dengarkanlah aku ingin berjumpa
Walau hanya dalam mimpi

Ayah dengarkanlah aku ingin berjumpa
Walau hanya dalam mimpi
Hanya dalam mimpi …

—————–

Kalau ingat tentang Bapak, saya selalu ingat semua pengorbanannya demi keluarga. Bapak memang tipe orang ‘pejuang’. Menurut yang saya dengar dari kerabat dan kenalan, Bapak itu selalu bersedia menolong siapa saja yang kesulitan. Walaupun kadang kebaikan ini disalahgunakan oleh orang lain.

Setelah anak-anaknya selesai kuliah semua (adik saya yang bungsu wisuda bulan Agustus 2004), Bapak meninggalkan kami. Terasa terlalu cepat. Karena saya merasa belum dapat membahagiakan Bapak. Karena kami juga ingin Bapak juga menikmati hasil jerih payahnya menyekolahkan kami. Tapi kehendak Allah mungkin memang lain.

Kadang saya membayangkan, betapa senangnya Bapak bisa menimang cucu saat ini. Teringat waktu dulu Bapak sering tanya, “Ayo kapan kamu mau nikah, siapa yang mau Bapak lamar buat kamu.” sambil bercanda. Duh seandainya …

Ya Allah, hanya doa yang bisa kupersembahkan untuk Bapak tercinta. Semoga dia mendapat tempat layak terbaik di sisi-Mu. Semoga semua kekhilafan Bapak juga diampuni oleh-Mu. Amin.

(Foto-foto kenangan yang saya ambil dari blog nya Jay)

bapakku_0

bapakku_1

bapakku_2

bapakku_3

bapakku_4

Leave a Reply